STRATEGI MEMBANGUN KOMUNITAS PENGGUNA PONSEL

 

Suatu bisnis yang berorientasi pada marketing, ketika memasuki market akan membutuhkan strategi dan target-target, dengan cara melalui suatu proses tertentu menuju hasil marketing yang efisien dan sesuai rencana marketnya.

Proses tersebut adalah :

 

 

 

 


Gambar Proses Pemasaran Produk Ponsel

 

Bisa jadi, walaupun sudah mengikuti proses yang telah direncanakan seperti proses diatas, tetapi masih saja mengalami hasil marketing yang tidak memuaskan. Kegagalan tersebut tidak mesti menyalahkan pada proses sebagai sistemnya, langkah awal yang bijak adalah kaji ulang strategi yang digunakan dan disesuaikan lagi dengan hasil survei. Bisa juga kesalahan ada pada data survei, oleh karena itu data survei seharusnya data yang valid, karena survei adalah langkah awal pada proses marketing untuk jenis produk yang “dikonsumsi” konsumen sebagai penunjang aktifitasnya. Untuk lebih jelasnya lihat flow chart proses marketing di bawah ini :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Atas dasar kultur masyarakat Indonesia, yang telah mereformasi dirinya, yaitu sebagai masyarakat yang sudah merasa berdemokrasi dan mengenal kebebasan bertindak, termasuk kebebasan setiap individunya untuk “membuat“ barang berkualitas dan menurutnya barang tersebut harus bisa memudahkan dan menguntungkan dalam setiap aktifitasnya. Maka setidaknya dalam melakukan strategi marketing (pemasaran) suatu produk, juga mengikuti apa yang terjadi pada perubahan struktur sosial suatu masyarakat, sehingga akan memudahkan strategi apa yang akan digunakan dalam memasarkan produk tersebut.

Oleh karena itu untuk mendapatkan hasil pemasaran yang se-optimal mungkin dan sesuai dengan rencana marketing, setidaknya dalam memasarkan suatu produk harus mempelajari dan melakukan survei pada kultur masyarakat yang akan menjadi target marketnya.

Kultur suatu daerah, sudah tentu berbeda dengan kultur yang dimiliki daerah lainnya, termasuk tingkat keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, yang dipengaruhi oleh faktor kondisi sosial, ekonomi dan budaya daerah tersebut.

Ini berarti, strategi dalam marketing yang sukses dan terjadi di suatu negara, belum tentu menghasilkan yang optimal dan efisien, jika strategi marketing tersebuit diterapkan di negara lain. Di negara-negara kapitalis yang sudah maju, tentu sudah merasa tepat pada strategi yang mereka gunakan, tetapi belum tentu efisien jika diterapkan pada negara miskin. Begitupun akan berlaku sebaliknya , strategi yang berhasil pada negara miskin, akan dianggap strategi yang “usang”, sudah tidak cocok lagi dengan kondisi strata ekonomi, sosial masyarakat di negara maju tersebut.

Jadi struktur sosial yang ada di suatu daerah dan pada kondisi tertentu merupakan kenyataan yang membutuhkan strategi tersendiri. Walaupun seandainya strategi tersebut diterapkan secara “paksa” dan sukses, maka akan muncul efek samping pada kultur masyarakat akibat dari penerapan strategi tersebut. Mungkin pada tingkat efek yang radikal, akan terajadi pergeseran kultur masyarakat secara instant menuju “peradaban” baru.

Apalagi jenis produk yang dipasarkan adalah sejenis barang yang mempermudah dalam beraktifitas dan bersifat humanis, adalah diantaranya produk ponsel.

Oleh karena itu, memasarkan produk ponsel adalah tidak terlepas dari strategi keberadaan software yang bersemayam di ponsel tersebut dan bagi pengguna fungsi ponsel benar-benar harus memiliki nilai tambah pada aktifitasnya.

 

Software-software pada ponsel, seharusnya dibedakan menurut kebutuhan usernya. Tujuan pembedaan tersebut agar memudahkan dalam menentukan target market ponsel secara keseluruhan, sehingga akan terbentuknya komunitas pengguna ponsel yang stabil menuju pertumbuhan positif.

Pembedaan pada pengguna ponsel tersebut membentuk segment-segment pada pengguna ponsel, yang masing-masing segment tersebut memiliki penilaian tersendiri, dan disesuaikan dengan azas manfaat si-user. Jadi segment pasar yang menjadi target marketnya.

Segment- segment target market yang memungkinkan adalah :

1.    Target market pertama, adalah segment dengan pengguna anak-anak.

Pada segment ini, sebagaian besar memori pada ponsel harus digunakan hanya untuk software-software game atau yang sejenisnya, yang bersifat interaktif, sehingga membantu merangsang emosi dan kecerdasan pengguna.

2.    Target market kedua, adalah segment dengan user kalangan anak muda atau sekelompok user yang selalu ingin tampil trendi, dan merupakan bagian dari modenya sebagai gaya hidup yang mereka anut.

     Software pada ponselnya merupakan kekuatan pada kelompoknya dan sebagai identitasnya.

3.    Target market ketiga, adalah segment dengan user pada kalangan eksekutif yang selalu dituntut untuk selalu survive dalam dunia kerjanya.

     Software ponsel di segment ini memberkan adanya kemudahan-kemudahan, walaupun hal-hal yang bersifat sepele di dunia kerjanya.

Yang perlu di highlight dalam melakukan marketing, adalah produsen harus berani melakukan spekulasi-spekulasi terhadap strategi pasar yang akan digunakan, spekulasi yang aktual dan dapat dipertanggungjawabkan.

Sementara manfaat dari segmenting tadi dan sekaligus sebagai strategi marketing, yaitu :

Pertama, Dapat merencanakan software ponsel yang dapat memenuhi market,     sesuai permintaan.

Dengan begitu, ketiga segment tersebut akan memiliki software-software yang sesuai dengan kebutuhannya, sehingga user tidak “terbebani” dengan software pasif.

Kedua, Dapat menentukan cara-cara berpromosi yang paling efektif bagi         produsen ponsel..

Tentu tiap-tiap segment memiliki cara promosi tersendiri.

Pada user anak-anak, sangat efektif jika promosi yang “dibesar-besarkan” adalah permainan yang interaktifnya. Mungkin ponsel disegment ini akan mengikuti seperti jejak suksesnya permainan elektronik, seperti             Telur Tamaghochi, yang begitu booming ketika baru menetas.

Promosi pada segment anak muda dan user yang peduli pada mode, mengikuti cara seperti perkembangan pada Bahasa Gaul.

Bahasa gaul digandrungi anak muda dan sekaligus sebagai identitasnya. Bisa juga dipromosikan lewat film atau sinetron yang bertemakan kehidupan anak muda yang memanfaatkan (software) ponsel tersebut.

Sementara segment pada pengguna kalanga eksekutif, mempromosikannya dilakukan dengan cara memunculka image pada mereka, bahwa kalangan mereka tidak perlu direpotkan lagi oleh tools pendukung kerja, jika mereka mau memanfaatkan software ponsel tersebut.

Ketiga, dapat mempermudah dalam pegaturan waktu promosi, kapan usaha      promosi ponsel pada tiap-tiap segment tersebut, dan tidak diharuskan dalam penentuan waktu promosi yang bersamaan, tetapi tergantung pada        kondisi “emosi” ketiga segment tersebut.

 

Kemudian proses yang tidak kalah pentingnya dengan proses-proses sebelumnya,adalah membagkitkan rasa “candu” terhadap ketiga segment tersebut. Candu untuk tetap menggunakan ponsel, bahkan dapat menularkannya pada yang lainnya untuk menjadi user baru.

Penulis dapat menganalogikannya pada pengguna e-mail, bahwa calon pengguna       e-mail tanpa disadarinya telah bersepakat secara “paksa” untuk masuk dalam    dimensi candu, yaitu sejak ia mengisi form untuk mendaftarkan diri sebagai user       e-mail. Ia telah dan selalu dikondisikan untuk “chek mail”, walaupun yang ia lakukan hanya sebulan sekali. Dimanapun berada, si-user akan tetap untuk ngechek e-mail,         diluar faktor individu si-user yang harus “melepas” e-mail tersebut.

Dari analaogi tadi, ada satu point, yaitu terkondisinya pengguna e-mail untuk tetap chekmail. Denagn point itulah, pengguna ponsel dapat dikondisikan untuk kecanduan pada software yang ada di ponsel tersebut. Akibatnya pengguna selalu mengkonsumsi ponsel tersebut.

 

Pada bagian terakhir, ada satu ide yang bersifat agak “menentang arus”, yaitu tentang keberadaan ponsel dan software-softwarenya di market.             Software-software untuk ponsel harus tersebar bebas, tidak pada kondisi seperti sekarang ini, misalnya saja untuk satu merk ponsel memiliki beragam type dan di tiap-tiap type memiliki software yang berbeda.

Dengan adanya kebebasan pengguna ponsel untuk memilih software yang beredar bebas dan mudah didapat, yaitu semudah pengguna ponsel seperti ketika mau isi ulang pulsa ponselnya. Sehingga pengguna ataupun calon akan memiliki option untuk memiliki ponsel dan software yang sesuai dengan kebutuhan user pada saat itu.

Oleh karena itu adalah merupakan kelemahan utama pada produsen ponsel yang terjadi selam ini, yang selalu mengandalkan pada kontinunitas koreksi pada    tiap type pensel, hal ini merupakan produk yang tidak ekonomis.

Setidaknya pengguna ponsel tidak lagi harus membeli atau menunggu ponsel dengan satu type tertentu yang baru atau akan lahir dengan software hasil koreksi pada type sebelumnya.

Diharapkan yang beredar bebas bukan hanya ponselnya saja, tetapi juga software-softwarenya dalam bentu CD atau didapat dengan cara mendownload dari Internet, atau lewat media-media penyimpan lainnya, maka penulis yakin bahwa komunitas pengguna ponsel makin meluas dan terkondisikan, seperti kondisi software-software program komputer yang terjual bebas di pasar, yang tiap user komputer bebas memilih software program apa yang akan diinstal di komputernya yang sesuai dengan kebutuhannya.